Meyakinkan Kaum Muda Untuk Vaksinasi, Melalui Peranan Influencer dalam Mendukung Kebijakan Vaksinasi Covid-19
Pasca
ditemukannya vaksin yang dikembangkan oleh beberapa negara di dunia, World Health Organization (WHO)
merekomendasikan kepada seluruh negara untuk melakukan vaksinasi secara massal.
Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri
Kesehatan 2020 telah menuangkannya menjadi sebuah peraturan tertulis. Hal ini
menjadi pro dan kontra dan dalam merespon kebijakan ini banyak kelompok
masyarakat yang melakukan penolakan/pembangkangan terhadap anjuran vaksinasi,
padahal ini seharusnya disambut baik oleh masyarakat dan mematuhi anjuran ini
demi terciptanya sebuah perbaikan keadaan.
Menurut
hasil survei dari Katadata Insight Centre
(KIC), terdapat sekitar separuh kaum muda berusia 19 - 38 tahun, masih belum
bersedia dan ragu untuk divaksinasi Covid-19. Survei dilakukan secara online terhadap
5.963 responden di 34 provinsi di Indonesia pada tanggal 13 - 16 Februari 2021,
sekitar satu bulan setelah program vaksinasi Covid-19 secara resmi diterapkan
oleh pemerintah. Sekitar 87,4 persen dari total responden tersebut merupakan
kelompok usia muda di kisaran usia 19 - 38 tahun. Dengan perincian generasi Z
sebanyak 29,6 persen, generasi Y sebanyak 57,8 persen, generasi X sebanyak 11,6
persen, dan Baby Boomer sebanyak 1 persen. Dari sisi jenis kelamin yaitu 62
persen laki-laki dan 38 persen perempuan.
Menurut
pendapat Manajer Riset Katada Insight Centre (KIC) bahwa semakin muda usia
manusia, jumlah responden yang belum bersedia di vaksinasi semakin meningkat.
Pada generasi Y (usia 23 - 38 tahun) atau dikenal dengan julukan kelompok
milenial, sebanyak 45,9 persen belum bersedia divaksinasi yang terdiri atas
33,7 persen belum memutuskan dan 12,2 persen menolak divaksinasi. Pada kelompok
lebih muda yaitu generasi Z (usia 19 - 22 tahun), proporsi yang belum bersedia
divaksinasi semakin bertambah menjadi 51,7 persen. Jumlah ini terdiri atas 36,9
persen responden masih ragu-ragu dan 14,8 persen responden menolak divaksinasi.
Kondisi ini berbeda dengan kelompok yang berusia lebih tua. Semakin tua usia
responden, maka proporsi yang enggan divaksinasi semakin sedikit. Pada generasi
X (usia 39 - 54 tahun) yang belum bersedia divaksinasi sebanyak 34,9 persen dan
pada generasi Baby Boomer (55 - 74 tahun) yang belum bersedia divaksinasi
sebanyak 23,7 persen.
Dari
survei tersebut juga terdapat sejumlah alasan mengapa kelompok usia muda lebih
enggan divaksinasi. Alasan utama nya adalah karena faktor kekhawatiran terhadap
efek samping (46,8 persen) dan keamanan (43,2 persen). Sedangkan, seperempat
responden juga tidak bersedia dan ragu divaksinasi karena tidak percaya pada
efektivitas vaksin, takut menjadi kelinci percobaan, serta meyakini ada
alternatif lain untuk mengakhiri pandemi.
Menurut
Epidemiolog dari Griffith University,
keterlibatan kelompok kaum muda dalam program vaksinasi sangat penting untuk
memutus transmisi virus Corona serta menciptakan kekebalan kelompok atau herd
immunity. Jika kaum muda yang dominan ini tidak bisa berkontribusi dalam
program vaksinasi, tentu upaya pemerintah meningkatkan orang untuk jadi benteng
penularan ini semakin berkurang.
Munculnya
keraguan kaum muda terhadap vaksinasi Covid-19 ialah karena kesalahan strategi
komunikasi pemerintah yang tentunya mempengaruhi kepercayaan anak muda. Seperti
diketahui, menteri kesehatan awalnya menyangkal potensi masuknya Covid-19 ke
Indonesia. Dan setelah wabah itu masuk ke Indonesia, berkembang narasi bahwa
kebanyakan yang terinfeksi adalah kelompok lansia dan orang-orang yang mengidap
penyakit penyerta (komorbid). Padahal, potensi Indonesia bahkan untuk menjadi
episenter sangat besar, dan yang terkena Covid-19 ini tidak hanya pada usia
tua. Pada prinsipnya semua usia beresiko, yang membedakan adalah potensi
paparannya tergantung pada seberapa aktif orang tersebut dalam mobilitas dan
interaksinya.
Untuk
itu pemerintah perlu melakukan perbaikan strategi komunikasi. Strategi
komunikasi merupakan cara dan pendekatan komunikasi kepada khalayak sasaran
(publik) mengenai isu kebijakan dan program tertentu secara efektif dan
efisien. Setiap strategi komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Secara umum
strategi komunikasi diarahkan untuk menyebarluaskan informasi agar meningkatkan
pemahaman dan pada gilirannya diharapkan terjadi perubahan perilaku.
Strategi
komunikasi yang perlu dilakukan pemerintah dalam mendukung kebijakan vaksinasi
Covid-19 adalah menggandeng lebih banyak influencer di Indonesia untuk
mengkampanyekan program vaksinasi. Dalam pemilihan Influencer tersebut, tokoh
yang dipilih harus tepat. Setelah pemberian vaksin, influencer tersebut
hendaknya langsung diberi pesan komunikasi, bukan hanya tentang manfaat vaksin
saja tetapi perilaku yang dilakukan setelah diberi vaksin dan harus ada
tanggung jawab sosial dari Influencer tersebut setelah divaksinasi.
Jika dilihat dari survei yang dilakukan Paramadina
Public Policy Institute pada bulan Oktober - November 2020 bahwa
komunikator yang paling dipercaya masyarakat dalam masalah Covid-19 adalah
media massa. Maka dari itu, influencer memiliki peran yang penting dalam
program vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan oleh pemerintah. Pendapat
mereka bisa menjadi bahan pertimbangan sebagian besar masyarakat untuk
melakukan vaksinasi, tergantung dari tingkat kepopuleran Influencer tersebut.
Semakin terkenal, bisa jadi semakin banyak yang akan mempercayai kata-kata atau
ucapan Influencer tersebut.
Dengan
adanya Influencer, bisa memberikan testimoni kepada masyarakat agar mereka
percaya mengenai informasi atau hal-hal yang benar terkait Covid-19, sehingga
mampu menangkal hoax yang beredar dimasyarakat. Seperti hoax jika disuntik
vaksin, nanti manusia tersebut langsung meniggal. Selain itu, adapun hal-hal
yang harus dilakukan Influencer diantaranya adalah menjelaskan kepada
masyarakat terkait informasi-informasi tentang vaksin yang keliru di internet,
kemudian mensosialisasikan manfaat vaksin dan mengajak seluruh masyarakat
Indonesia untuk divaksin.
Komentar
Posting Komentar