PERJUANGAN NELAYAN KEPRI, MELAWAN REGULASI


Disini kita akan membahas mengenai perjuangan nelayan di Kepulauan Riau tentang bagaimana melawan regulasi. Kepulauan Riau (Kepri), sebagai wilayah maritim yang dikelilingi lautan luas menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat pesisir. Nelayan merupakan profesi yang paling banyak dijalani oleh masyarakat wilayah pesisir. Para nelayan menggantungkan kehidupan mereka pada ekosistem laut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir nelayan di Kepulauan Riau menghadapi tantangan tidak hanya dari alam tetapi juga dari peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah.

Banyak pedoman baru untuk mengatur pengelolaan sumber daya laut yang sebenarnya telah menyebabkan kecemasan di antara nelayan kecil. Kewajiban lisensi yang kompleks untuk pembatasan area deteksi berdasarkan pembatasan perikanan yang semuanya mempengaruhi kelangsungan hidup komunitas penangkapan ikan. Ada beberapa orang yang merasa dikecualikan dari sistem yang lebih menguntungkan bagi perusahaan besar daripada komunitas tradisional. Seperti yang terlihat di bawah ini, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) terus membahas hubungan dan penyaluran berbagai kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinilai memberikan bantuan daerah. Menurut Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Hasan, Pemprov telah menyampaikan aspirasi nelayan kepada pemerintah melalui berbagai cara, baik melalui surat resmi maupun tidak langsung .

Ditengah perjuangan nelayan melawan regulasi banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat nelayan. Salah satunya ialah dalam sektor ekonomi yang dimana yang ditetapkan telah menjadikan ekonomi nelayan maupun masyarakat pesisir menurun. Namun, pemerintah memberikan kebijakan tersebut untuk menjadikan pendapatan nelayan stabil dan berkelanjutan. Nelayan justru menanggapi kebijakan ini tidak relevan dengan kondisi mereka dilapangan, karena masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan memandang hal ini dari perspektif negatif. Mereka merasa pendapatan sehari-harinya tidak dapat terpenuhi akibat dari kebijakan ini. Melalui demonstrasi yang dilakukan pada tanggal 15 Mei 2025 di Gedung Daerah Kota Tanjungpinang, nelayan menyampaikan keresahan yang selama ini dirasakan. Ratusan nelayan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nelayan Nusantara melakukan unjuk rasa dan menuntut pemerintah agar melakukan peninjauan ulang mengenai PP Nomor 11 Tahun 2023.

Ketua Forum Komunikasi Nelayan Nusantara, Distrawandi mengatakan, Nelayan untuk meninjau kembali terkait penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang dialaminya wajib memasang SPKP (Sistem Pemantauan Kapal Penangkapan Ikan) dan VMS (Vessel Monitoring System). “Itu yang utama, mencabut SPKP” kata Distrawandi usai menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Daerah, Tanjungpinang. Setelah melakukan unjuk rasa di depan Gedung Daerah, para demonstran berpindah menuju Kantor DPR-D Provinsi Kepulauan Riau. Menurut narasumber Tiki Virnadi Tia DKK yang berada dilokasi mengatakan kondisi ditempat pada saat itu para demonstran belum melakukan orasi, sehingga kondisi saat itu belum menegangkan. Tetapi dari pihak kepolisian sudah mempersiapkan personil untuk menjaga keamanan saat itu. Menurut narasumber, orasi yang disampaikan masyarakat adalah bentuk perlawanan akan regulasi PP No.11 Tahun 2023 mengatur tentang Penangkapan Ikan Terukur. PP ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan, memastikan penangkapan ikan terkendali, dan mendukung pemerataan ekonomi nasional melalui zona penangkapan ikan terukur dan kuota penangkapan ikan. Masyarakat lebih memandang regulasi dari sudut pandang yang berbeda dengan pemerintah, yang dimana pemerintah dianggap lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan dari masyarakat lebih memandang pada dampak negatif regulasi. Tetapi, narasumber juga menyampaikan pendapat bahwa ada beberapa tuntutan yang diajukan karena kurangnya pemahaman masyarakat akan regulasi yang disahkan.

Kebijakan yang dibuat pemeritah yaitu, kapal yang dibawah 10GT tidak boleh melewati 12 mil dari garis pantai, sebaliknya kapal 30GT hanya bisa m elakukan penangkapan diatas 12 mill. Setiap kapal harus memiliki VMS sebagai alat deteksi. Jika ada nelayan yang melanggar aturan ini maka akan mendapat sanksi hukum dalam PP no. 11 tahun 2023 yaitu :

1. Sanksi administrasi nelayan tidak dapat mematikan sistem yang telah diberikan pemerintah seperti Vessel Monitoring System (VMS). Sistem yang diberikan oleh pemerintah diberikan agar nelayan tidak melewati batas yang telah ditentukanm Sanksi tersebut memberikan dampak kepada nelayan yaitu pemberhentian isaha atau kegiatan.

2. Sanksi pidana diterapkan kepada nelayan jika melewati batas yang ditentukan. Sanksi ini memberikan dampak besar kepada nelayan yaitu denda 2 miliar dan pidana penjara 6 tahun.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

EFISIENSI ANGGARAN, NASIB MAHASISWA TERANCAM

MAHASISWA UGM TEWAS DITABRAK PENGEMUDI BMW

PRO KONTRA RUU TNI, MENJADIKAN DWI FUNGSI ABRI DI ORDE BARU SEKARANG