Papua Bukan Tanah Kosong: Save Raja Ampat
Pertambangan merupakan kegiatan pengambilan sumber daya alam berupa mineral, batu bara, dan logam yang berasal dari bumi untuk dimanfaatkan secara ekonomis. Dan nikel merupakan salah satu komoditas penting dalam sektor pertambangan di Indonesia, nikel merupakan logam yang berwarna perak, kebal terhadap karat dan mampu menghantarkan arus listrik. Nikel umumnya sangat berguna sebagai bahan baku baterai dan juga sebagai penyokong utama dalam pengembangan kendaraan bersumber energi listrik yang digalakkan saat ini. Melalui hal tersebut pemerintah Indonesia mendorong proses hilirisasi, yaitu proses pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi. Hilirisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai ekspor, pembukaan lapangan pekerjaan serta sebagai penguat industri dalam negeri. Namun tantangan besar terhadap isu lingkungan menjadi polemik yang tak terhindarkan.
Tiga pulau di wilayah Raja Ampat, Papua yaitu Pulau Gag, Kawe dan Manuran telah berubah menjadi wilayah pertambangan yang dapat merusak ekosistem. Parahnya, pulau-pulau ini termasuk kedalam kategori pulau kecil yang seharusnya tidak boleh dijadikan area pertambangan sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aktivitas ini dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum dan mengancam status Raja Ampat sebagai Geopark Global yang telah di tetapkan oleh UNESCO. Diketahui terdapat empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). Keempat perusahaan tersebut telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan. Namun, hanya tiga diantaranya yang sudah memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Sedangkan PT MRP adalah satu-satunya yang belum memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dampak dari aktivitas pertambangan ini ialah hilangnya 500 hektare lebih luas hutan serta berbagai vegetasi alami di wilayah tersebut dan juga memicu munculnya sedimentasi di pesisir yang mengancam ekosistem laut dan terumbu karang. Melalui Konferensi Indonesia Critical Minerals di Jakarta pada tanggal 5 Juni 2025, Iqbal Damanik seorang aktivis Greenpeace Indonesia bersama beberapa pemuda papua mengambil kesempatan untuk melakukan aksi protes damai dengan menyerukan "Save Raja Ampat, Papua Bukan Tanah Kosong". Selain itu mereka juga membawa spanduk bertuliskan hal yang sama. Melalui penuturannya pada laman Instagram @greenpeaceid "kami bersama masyarakat terdampak datang untuk menyuarakan betapa buruknya dampak dari kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat". Greenpeace Indonesia menyerukan tiga tuntutan penting, yaitu:
- Cabut izin tambang nikel di Raja Ampat
- Tinjau ulang kebijakan industrialisasi nikel nasional
- Hentikan penderitaan masyarakat akibat kebijakan tambang yang eksploitatif
Dari sinilah muncul tagar bertuliskan #SAVERAJAAMPAT yang kemudian meggaung di media sosial hingga menarik perhatian berbagai kalangan publik. Seperti Susi Pudjiastuti yang merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dalam cuitannya melalui pltaform media sosial X yang di tujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia meminta pemerintah untuk segera menghentikan aktivasi pertambangan nikel di Raja Ampat.Menanggapi hal ini, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan akan memanggil pemilik IUP, baik dari swasta maupun BUMN. Kemudian, pada tanggal 5 Juni 2025 Menteri ESDM kembali menyatakan bahwa Operasi Tambang Nikel di Raja Ampat dihentikan sementara. "Kami untuk sementara, kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan" ujarnya, dikutip dari Antara.

Komentar
Posting Komentar